Lagu “Bethet Thing-Thong” dinyanyikan
terus oleh si embok hingga jari-jemari yang diregangkan oleh setiap
pemain satu-persatu ditekuk. Jika ada pemain yang jarinya sudah ditekuk
semua, maka ia menang dan berhak menjadi pemain yang mentas. Lalu si
embok kembali menyanyikan lagu tersebut hingga tinggal satu pemain yang
masih meregangkan jarinya. Dengan demikian, pemain terakhir yang belum
sempat jarinya ditekuk, dialah yang menjadi pemain “dadi”.
Setelah
itu, pemain-pemain yang mentas mulai meninggalkan tempat semula dan
berlari ke berbagai arah yang sudah ditentukan, misalnya di sekitar
halaman rumah dan tidak boleh keluar area. Jika ada yang nekad keluar
berarti “mati”. Setelah anak-anak yang mentas bertebaran, maka pemain
dadi segera mengejar salah satu pemain yang paling dekat dengannya. Bisa
jadi pemain yang dikejar duluan adalah pemain yang larinya tidak
kencang. Setelah tertangkap, misalnya pemain A, maka pemain A gantian
mengejar pemain lainnya.
Dalam
peraturan lain, bisa disepakati, pemain yang sudah tertangkap ikut
membantu mengejar pemain yang belum pernah tertangkap. Jadi mereka yang
sudah tertangkap, bersama-sama dengan pemain “dadi” mengejar dan
menangkap pemain yang belum pernah tertangkap. Dengan cara ini,
pemain-pemain yang belum tertangkap dapat dengan mudah segera
ditengkap. Kalau tidak, maka cara yang dilakukan adalah setiap pemain
yang baru tertangkap, maka bertugas menggantikan pemain “dadi”. Baru
setelah beranting dan semua pemain telah pernah ketangkap, maka
permainan bethet thing-thong segera dimulai lagi dari awal.
Permainan ini memang membutuhkan tenaga ekstra untuk bisa bertahan berlari. Maka para pemain biasanya harus mempunyai umur yang sebaya agar permainan bisa seru. Jika ada yang kecil, dikhawatirkan akan “dikungkung” atau jadi terus. Selain itu, permainan ini memberi manfaat kepada anak-anak untuk belajar bersosialisasi. Anak yang sering bersosialisasi lebih mudah menerima teman lain untuk berkomunikasi. Selain itu juga untuk mengurangi sifat egoisme atau menang sendiri pada anak. Sebab jika ada anak yang suka menang sendiri, maka ia biasanya ditinggal bermain oleh temannya. Atau bisa jadi ia akan selalu dikucilkan dan diasingkan oleh teman sepermainan. Jika hal itu terjadi pada diri anak yang hidup di pedesaan, merupakan suatu petaka, karena ia akan merasa tersingkir.
Permainan ini memang membutuhkan tenaga ekstra untuk bisa bertahan berlari. Maka para pemain biasanya harus mempunyai umur yang sebaya agar permainan bisa seru. Jika ada yang kecil, dikhawatirkan akan “dikungkung” atau jadi terus. Selain itu, permainan ini memberi manfaat kepada anak-anak untuk belajar bersosialisasi. Anak yang sering bersosialisasi lebih mudah menerima teman lain untuk berkomunikasi. Selain itu juga untuk mengurangi sifat egoisme atau menang sendiri pada anak. Sebab jika ada anak yang suka menang sendiri, maka ia biasanya ditinggal bermain oleh temannya. Atau bisa jadi ia akan selalu dikucilkan dan diasingkan oleh teman sepermainan. Jika hal itu terjadi pada diri anak yang hidup di pedesaan, merupakan suatu petaka, karena ia akan merasa tersingkir.