Kampung
Pandean berada persis di timur Pasar Kotagede. Pandean berasal dari kata pande,
atau pandai besi pembuat alat-alat dari besi. Akhiran “an” pada kata Pandean
adalah menunjukkan suatu tempat dimana proses dan profesi tersebut berlangsung.
Sehingga dinamakan Pandean karena dahulu kampung tersebut merupakan tempat
tinggal para pande besi, dan tempat berlangsungnya pembuatan alat-alat dari
besi.
Toponim
nama kampung berdasarkan profesi senantiasa dikaitkan dengan faktor
kedekatannya dengan pasar. Karena hasil produk dari profesi tersebut harus
dekat dengan pasar sebagai tempat memasarkan hasil produksi. Masa itu sangat
jauh sekali. Masa yang dekat, yaitu sekitar tahuan 1960 an, masih bisa dijumpai
orang membuat kowi. Kowi itu sebuah alat tempat peleburan biji perak. Ada
berbagai macam ukuran. Ukuran untuk melebur perak satu kilo, dua kilo, dan
seterusnya. Kowi terbuat dari tanah hitam mbesi yang mampu menahan panas.
Kowi-kowi ditempatkan di tungku batu putih, kemudian dipanaskan dengan cara menghembuskan
angin ke dalam tungku dengan alat pengembus dari kulit kambing. Ketika
berlangsung pemanasan dengan mrambut, lorong-lorong di Kampung Pandean pun
menjadi berkabut putih.
Masih di
kampung ini, ada rumah joglo milik keluarga Rofi’i yang mempunyai jejak
panjang. Dahulu, di rumah ini pernah dipakai sebagai tempat produksi kain tenun
dan batik. Sedangkan di bidang kesenian, di tempat ini pernah pula dipergunakan
untuk pentas drama lokal oleh pemuda ormas Islam Kotagede. Di setiap
pementasannya, senantiasa dimeriahkan dengan atraksi standen (sekarang cheer
leader).
Kini, Omah
Ropingen kadang-kadang dipergunakan untuk kegiatan seni dan budaya. Di
antaranya, di tahun 2009 lalu diselenggarakan pameran hasil dokumentasi sketsa
dan lukis dengan obyek kawasan Kotagede. Pameran tersebut berlangsung hampir
satu bulan, dan pembukaannya dilakukan oleh Kartika Affandi.
Tiga bulan
kemudian Omah Ropingen digunakan untuk tempat pameran dokumentasi batik yang
pernah dihasilkan perajin Kotagede. Pameran tersebut diresmikan oleh Sri Sultan
Hamengku Buwana X. Kurang lebih empat bulan berikutnya, selama dua kali
diselenggarakan workshop Kamera Lubang Jarum, sebuah komunitas fotografi dari
Kota Yogyakarta.
Sumber
Referensi: Toponim Kotagede, 2011
Repost from kotagedeheritage.org